Baduy Luar dan Baduy Dalam




https://beritagar.id/artikel/piknik/jadi-saksi-orang-baduy-turun-gunung-saat-seba


Bagi pekerja kantoran, hari sabtu adalah hari yang ditunggu-tunggu untuk mengistirahatkan tubuh dari rutinitas pekerjaan. Bangun tidur lebih siang, sampai dimarahin ibu gara-gara habis subuh tidur lagi dan bangun jam sepuluh pagi, mager-mageran dikamar, main hape sambil tidur-tiduran, pakai piyama sampe siang,, ahhh pokoknya suka sekali deh mager-mageran diakhir minggu semacam itu.

Tapi kali ini malas yang direncanakan sepertinya hanya ada diangan-angan saja, karena sepulang kerja jumat malam, aku dan Sisil (rekan kejaku) kami berdua harus tidur cepat dan bangun sepagi mungkin.


Sabtu, 23 Juni 2018.

Alarm berbunyi dari hapeku, rasanya berat sekali tangan ini bergerak menyentuh layar untuk meredam bunyi. Berharap ada tambahan waktu saat itu. Tulang tulang masih kaku enggan bergerak dari pelukan bantal guling dan selimut.

Dengan berat badan, eehh berat hati, bergegaslah berpisah dengan kenyamanan bantal guling dan selimut. Aku bangunkan Sisil yang sedang bermimpi. Ia menginap di rumahku malam itu,, bergegas kami mandi dan bersiap-siap menuju Stasiun Bojong Gede. Kami berangkat pukul 04.00 WIB dari rumahku di Gunung Putri Kab.Bogor. Sampai di Stasiun Bojong Gede tepat pukul 04.45 WIB. Sehabis subuh kami langsung naik KRL tujuan Jakarta, Kota pukul 05.00 WIB.


Sampailah kami di Stasiun Manggarai pukul 05.45 WIB, sepanjang perjalanan Bojong Gede sampai Stasiun Manggarai kami tidak dapat duduk, padahal sabtu pagi ekspetasi kami KRL akan sepi karena sudah banyak pegawai yang libur, tapi ternyata sama saja. Alhasil kami berdiri sambil tidur. Bagaimana rasanya??? silahkan coba saja.

Kami pindah peron untuk transit dari Stasiun Manggarai menuju Stasiun Tanah Abang, alhamdulillah tidak lama kami menunggu, KRL tujuan Tanah Abang sudah tiba. Alhamdulillahnya lagi KRL nya lumayan sepi, sehingga kami bisa tidur sambil duduk. Kami khawatir akan tertinggal kereta yang menuju Stasiun Rangkas Bitung. Karena hanya ada dijam tertentu saja. Tapi ternyata perjalanan berangkat kami tepat sekali. Sampai di Stasiun Tanah Abang pukul tujuh, target kami adalah naik KRL tujuan Rangkas Bitung pada pukul 07.50 WIB. Namun KRL tujuan Rangkas Bitung masih belum tersedia di Stasiun Tanah Abang, yang sudah tersedia adalah KRL tujuan Stasiun Maja.

Kami menunggu beberapa saat sambil melihat peta rute perjalanan KRL, maklum saja kami terbilang jarang menggunakan transportasi KRL karena terbiasa menggunakan sepeda motor. Kami baru tersadar bahwa stasiun Maja berada di jalur yang sama menuju stasiun Rangkas Bitung dan kami putuskan langsung naik KRL tersebut karena lumayan kosong. 

Source By : https://geometryarchitecture.wordpress.com/2017/06/03/topologi-commuter-line/


Kami segera mencari tempat duduk yang nyaman agar bisa tertidur, karena perjalanan dari Stasiun Tanah Abang membutuhkan waktu yang cukup lama. Setelah kami mendapatkan tempat duduk, kami melihat kembali rute KRL untuk meyakinkan. Namun masih ada keraguan dalam hati kami. khawatir sesampai di Stasiun Maja, KRL Rangkas Bitung tidak berhenti atau sering disebut lintas, sehingga kami tidak bisa menyambung dan sebagainya. Akhirnya kami turun kembali sebelum kereta jalan. Kami mencari petugas keamanan dan bertanya kembali utuk meyakinkan. Alhamdulillahnya jawaban sesuai harapan. Kami bisa naik KRL jurusan Maja lalu turun dan berpindah menuju Rangkas Bitung. Atau bisa saja dari Stasiun Tanah Abang menunggu KRL Jurusan Rangkas Bitung tanpa harus berpindah-pindah.

Karena saat itu kami sedang mengantuk dan tidak banyak fasilitas tempat duduk Di Stasiun Tanah Abang, akhirnya kami memutuskan langsung naik KRL Jurusan Maja yang tadi sempat kami naiki. Namun kami naik melalui pintu gerbong yang berbeda, karena kami malu dari tadi sudah naik turun tak jelas hhahaha,,

Perjalanan dari Stasiun Tanah Abang kami gunakan untuk tidur dan tidur, sambil memeluk ransel kami agar tidak hilang. Sampai aku terbangun pukul delapan lewat. Alhamdulillah sudah lumayan pulas dan lumayan lama tidurnya. Kami turun di Stasiun Maja. Sungguh takjub dengan stasiunnya. yang pertama karena aku belum pernah kesana sebelumnya, kedua karena stasiunnya bersih dan banyak spot Instagrameble sih menurutku, tadinya mau foto-foto, tapi kok yaa males gitu, lemas bangun tidur. Kami menunggu di peron dua untuk kedatangan KRL tujuan Rangkas Bitung. Hampir 15 menit duduk dan menunggu sampai aku tertidur kembali dan dibangunkan oleh Sisil saat KRL nya akan tiba. Hwwaaa benar-benar lemas. perjalanan sejak empat pagi higga delapan lewat, masih belum sampai juga.

Naiklah kami di KRL terakhir jurusan Rangkas Bitung, dari Stasiun Maja hanya melalui dua stasiun namun lumayan lama, hingga aku dan Sisil bisa kembali tertidur pulas.

Pukul sembilan akhirnya kami sampai di Stasiun Rangkas Bitung, tempat dimana kami janjian dengan pihak panitia. Kami janjian pukul 10.00 WIB. Karena masih pukul sembilan, akhirnya kami memutuskan untuk mencari sarapan terlebih dahulu. Sejak kami bangun pukul tiga pagi, baru sarapan sepotong roti.

Yapp,,, Saat kami menunggu panitia, kami bertemu dengan Gubernur Banten, namun tak sempat foto bersama, Sepertinya beliau sedang meninjau keadaan ST.Rangkas Bitung.

Kami bertemu dengan panitia dan menunggu beberapa peserta yang belum datang. Dari Stasiun Rangkas Bitung kami menuju Terminal Rangkas Bitung dan naik ELF jurusan Ciboleger. Perjalanan sekitar dua jam dan kembali aku gunakan untuk tidur. Aku terbangun sekitar pukul satu siang karena perjalanan semakin extreem, supirnya membawa kami bagaikan membawa sapi, ngebut dan jalan berliku, serasa naik ontang anting di Dufan.


Pict By @noviorens


Mendung.
Sesampainya di Ciboleger, disambut dengan suasana mendung. Waktu Istirahat, solat dan makan (Isoma) sekitar 60 menit. Kami berkenalan dengan rekan yang lain. Pada jam Isoma, banyak peserta yang ke minimarket untuk melengkapi perbekalan termasuk mencari jas hujan. Untungnya aku dan Sisil sudah menyiapkannya sejak kemarin. Sehingga kami tidak perlu mencari-cari kembali.

Sudah pukul 14.00 WIB, cuaca masih mendung. Kami memulai perjalanan.
Hanya sekitar 200 meter dari Tugu Ciboleger ini adalah perkampungan Baduy Luar. Atmosfir nya sudah mulai terasa, etnik dan unik menurutku. Rumah adat Suku Baduy Luar ditambah dengan warganya yang menggunakan pakaian serba hitam mulai dari anak kecil hingga dewasa. Akses jalan utama menjadikan rumah-rumah yang dilalui digunakan sebagai mata pencaharian, yaitu berjualan souvenir khas Baduy, antara lain : Tenun, Kain, Madu dan aksesoris lainnya.



Perjalanan dimulai dengan jalan berbatu, jalan nya sudah bagus sudah diberi bebatuan yang rapih. senang sekali bisa berinteraksi oleh penduduk yang sedang melakukan aktivitas. Aku memperhatikan hampir disetiap rumah, lebih tepatnya dibagian teras rumah pasti ada wanita yang sedang menenun, baik anak-anak sampai wanita dewasa. Pemandangan yang jarang terlihat dan sungguh mempesona. #BanggaIndonesia

Sudah pukul empat sore, itu artinya sudah dua jam perjalanan, kami melalui jembatan yang terbuat dari bambu dan itu membuat takut, karena bambunya berlumut dan licin. trek yang kami lalui tidaklah datar, sejak awal langkah sudah naik turun bukit. Saat ini, kami sudah tidak dapat lagi mengunakan ponsel dan kamera.

Pukul empat sore, hujan turun dengan derasnya. Kami berhenti di salah satu rumah untuk menggunakan jas hujan. Kami masuk dalam rombongan terakhir sekitar lima orang. Kami bergegas melanjutkan perjalanan. Angin kencang, hujan deras dan jalan yang samakin licin membuat kami semakin berhati-hati dalam setiap langkah. Ada pikiran bahwa berhenti saja menunggu hujan reda, namun perjalanan kami masih jauh, jika berhenti terlalu lama justru akan membuat kami sampai larut malam.

Sudah pukul lima, jalan yang kami lalui semakin licin, hujan masih saja deras, ada petir sesekali. "Ini sudah masuk baduy dalam kah?" tanyaku pada panitia. "Belum, masih baduy luar." jawabnya. Perasaan sudah sedalam ini tapi masih belum dalam juga, ucapku dalam hati #konyol. Hari sudah mulai gelap. Jatuh dan terpeleset terpeleset sudah menjadi langganan di jalan. Apalagi tak sengaja  menginjak kubangan yang ternyata dalam.




Headlamp ku keluarkan, pandangan mulai kabur di malam hari, inilah kelemahan ku agak sulit jika jalan gelap. Hujan masih dengan ritme yang sama, deras. Kami semua masih melanjutkan perjalanan, sesekali bertemu kembali dengan jembatan yang licin. Bukan cuma takut terpeleset tapi juga takut rubuh. Namun percaya saja dan pasrah sudah.

Perut sudah mulai lapar, baru tersadar kami makan terakhir pagi tadi di Stasiun Rangkas Bitung pukul sembilan pagi. Diperjalanan hanya makan beberapa lembar biskuit dan air mineral. Pantas saja sudah terasa lapar.

Pukul 20.00 WIB, akhirnya tiba di tempat yang kami tuju, Rumah panggung khas Suku Baduy.
Seluruh tubuh basah kuyub walaupun sudah pakai jas hujan karena durasi cukup lama diperjalanan, tetap saja basah.

Kami disambut hangat dengan keluarga Ayah Mursid. Ayah Mursid, istrinya dan satu orang anak lelakinya yang aku lihat saat itu sedang memasak saat kami datang. Aku bergegas berganti pakaian karena jika berlama-lama akan semakin dingin. Ohya kami cukup sulit berganti pakaian karena rumah suku baduy tidak bersekat, melainkan ruang terbuka. Hanya ada satu sekat saja namun digunakan oleh keluarga Ayah Mursid sehingga kami menggunakan area terbuka untuk mengganti pakaian dan beristirahat. Kami membawa sarung untuk berganti pakaian. Segala macam cara dilakukan hhaha,, kalau mengingat saat itu, membuat ku tertawa, karena kami yang wanita agak sulit berganti pakaian hanya dengan sarung. Bahkan ada temanku hingga membuat sarung nya seperti ala-ala ninja, hhahaha,,, yaa tetap kami nikmati karena ini adalah keunikannya.

Seusai mengganti pakaian, kami makan malam bersama, makan malam kali ini sudah termasuk dari paket tour. Nasi, ayam goreng, sambal, tahu, tempe adalah menu nya. Unik memasak dengan menggunakan kayu, masih tradisional. Penerangan saat itu hanyalah lilin, karena tidak ada listrik. Seusai makan malam, ada sesi sharing seputar Baduy dengan salah satu perwakilan Kepala adat. Sebenarnya ini kesempatan yang langka, namun karena tubuh ini sudah sangat lelah, telah melakukan perjalanan pukul empat pagi hingga tujuh malam, akhirnya aku dan Sisil hanya mendengarkan beberapa informasi saja dan kami tertidur.

Mulcul Keresahan seharian tidak menggunakan ponsel
Mungkin saja saat itu jika diperbolehkan menggunakan hp, aku sudah menyalahkan paket data dan main hape sebelum tidur, namun kali ini, sesekali hape hanya kami gunakan jika sedang mencari barang didalam tas yang sulit terjangkau.


Minggu, 24 Juni 2018.
Ayam sudah bernyanyi,,, kulihat jam tangan ternyata pukul 02.00 pagi. Ternyata rumah panggung Suku Baduy banyak digunakan untuk pelihara ayam dibawahnya. Ayam berkokok lagi, ternyata masih pukul empat. Wahh rasanya tidur ku sering terbangun karena dibawah ayam-ayam sudah beraktifitas. Rasa ingin ke toilet muncul, namun masih gelap, aku dan Sisil memutuskan untuk ke Air menunggu agak terang. Ekspetasiku Air yang dimaksud adalah tempat mandi yang masih ada tutupnya atau semacam toilet buatan, namun ternyata air yang dimaksud benar-benar air, yaitu air di sungai.

Aku dan Sisil tertawa geli di pinggir sungai.  Kami bingung harus bagaimana, maklum karena kebiasaan yang berbeda sehingga kami masih beradaptasi. Ada seorang ibu dan anak perempuan  mengunakan pakaian khas suku Baduy dalam sedang mencuci peralatan makan. Mereka mencuci menggunakan daun bambu sebagai pembersihnya atau penggosoknya. Baduy Dalam memang tak boleh menggunakan peralatan yang mengandung sabun atau detergent.

Aku dan Sisil masih mengamati lingkungan sekitar, karena kami takut ada yang mengintip atau ada yang lewat saat kami sedang buang air kecil. Kami diam sejenak,, sambil bermain air di pinggir sungai. Lalu datang seorang anak kecil perempuan menuju tengah sungai lalu buang air. kami melihat bagai mana cara ia buang airnya. Pada akhirnya kami mengikuti. Aku dan Sisil berjalan beberapa meter mencari tempat yang agak rimbun, karena didekat kami ada beberapa orang turis yang berlalu lalang. Sampai di tempat yang sekiranya aman, akhirnya aku dan Sisil buang air kecil secara bergantian. ini Unik dan membuat Panik.

Seusai dari sungai, kami berkeliling seputaran Desa Cibeo, tempat kami menginap. Kami mengucap syukur atas kesempatan yang sudah diberikan sehingga bisa menikmati suasana Desa Cibeo. Mungkin jika bolah pakai hape, fotoku sudah banyak koleksi indah. Alun-alun desa, wanita penumbuk padi dengan lesung, susunan rumah adat dan lain sebagainya sangat indah dan hanya bisa direkam dengan memori pikiran, tidak dengan memori hape.

Bergegas kami kembali untuk persiapan sarapan dan packing. Sedari sungai menuju rumah ayah Mursid, aku dan Sisil tersasar. Kami terdiam di persimpangan jalan. Rumah-rumah disana hampir sama, tadi kami keluar masih agak gelap. Kini sudah terang dan kami lupa jalan. Kalau ingat ini, aku akan tertawa geli, karena aku dan Sisil suka tersasar tiap mengunjungi tempat baru. Untungnya kami bertemu penduduk yang menunjukan rumah Ayah Mursid, sesampainya disana, kami bergegas sarapan. Makanan sudah siap saat kami datang. Menunya tak jauh berbeda dengan menu makan semalam. Namun pagi ini ditambah dengan Ikan goreng. Ohyaa di Baduy Dalam tidak boleh makan daging merah. Sehingga hanya makan hewan yang berdaging putih saja.

Sambil menunggu teman-teman bersiap, aku ke teras rumah dan menghampiri para penjual buah tangan khas baduy. Ada beberapa pria yang berkeliling mengunjungi satu rumah ke rumah yang lain untuk menjajakan barang dagangannya kepada para tamu. Ada madu, aksesoris, kain. Hampir sama seperti yang ada di Baduy Luar saat kami berangkat kemarin. Aku membeli beberapa aksesoris dan madu untuk buah tangan. 

Ohya diusahakan kalau mengunjungi suatu daerah tradisional, jangan menawar saat membeli. karena menurutku, mata pencaharian meraka hanya dari berdagang dan barang dagangannya adalah barang yang menggunakan proses lama, seperti tenun, aksesoris dan madu membutuhkan proses sebelum dijual dan menurutku harga yang ditawarkan relatif terjangkau. Sehingga berusaha saja untuk tidak ditawar yaa hehe

Hampir pukul sembilan pagi. Kami berpamitan dengan Ayah Mursid dan keluarga. Masih nyaman sebenarnya, suasana bersih dan alami sangat jauh dari kehidupan keseharian yang selalu bersama polusi dan teknologi. Di Baduy, dua hari kami tanpa hape, seperti qualitytime dengan diri sendiri.

Kami berkumpul di Alun-alun desa untuk menunggu beberapa rekan yang belum datang. Ohya peserta tour ini ada pria dan wanita, sehingga rumah menginap kami terpisah. Sebelum melangkah pulang, kami berdoa agar selamat sampai di rumah. Tim kami dikawal oleh dua orang dewasa dari suku baduy dan 3 orang anak kecil, mereka semua laki-laki dan mereka semua membuka jasa porter untuk tamu yang tidak kuat membawa barang bawaannya.

Perlahan kami berjalan meninggalkan Desa Cibeo, meninggalkan rumah Ayah Mursid yang hangat. perjalanan licin sehabis hujan semalam. Beberapa kali melewati bukit, akhirnya aku menitipkan tas ku pada akang porter, aku lupa namanya. Aku menitipkan tas ku pada beliau karena aku agak sulit berjalan ditrek licin dengan barang bawaan yang cukup berat, ditambah lagi tas ku berisi pakaian basah, dua botol madu dan lain-lain. Lagipula ini sekaligus menjadi penghasilan mereka yang mengantar kami menuju pintu keluar.

Perjalanan dimulai pukul sembilan pagi,. Tak terasa kini sudah pukul dua belas siang.  Aku kira perjalanan pulang kami lebih mudah dari perjaanan berangkat. Ternyata sama saja, naik turun bukit yang lumayan curam. Jatuh dan terpeleset kembali.



Menurut akang porter, perjalanan masih harus melewati tiga tanjakan mematikan, melewati danau dan baru selesai. Namun sepertinya aku sedari tadi sudah melewati puluhan tanjakan dan masih belum sampai di danau juga huhuhu,,, air minum sudah habis. Setelah melewati perbatasan badut dalam ke baduy luar beruntungnya ada penjual minuman. Tak banyak memang, namun bisa menyelamatkan kami diantara panasnya cuaca dan curamnya jalur ini. Dan disini sudah bisa mengeluarkan ponsel, walau sinyal juga tidak ada.



Matahari masih terik, sampai kami pada sungai kami harus berhati-hati, karena bebatuannya licin. Aku suka aliran sungai ini jernih dan dingin. Senang sekali melewati aliran sungai walau membuat kami terpeleset karena sendal kami basah dan menginjak lumut. Separuh perjalanan kebelakang, kami lebih sering melewati aliran sungai. 




Aku menemukan Jamur unik di salah satu trek, 



Sepertinya aku lebih suka memoto jamur ini ketimbang selfi dengan wajah kusamku yang sudah penuh keringat, hhahaha

Sering kali kami menemukan tanjakan yang memberi harapan palsu, seperti dia #Ehh
Terlihat akan sampai namun ternyata tak kunjung sampai. Setelah bersabar dengan keteguhan hati,  akhirnya kami tiba di danau yang diceritakan akang porter. kalau tidak salah namanya Danau Agung


Setelah mengabadikan danau diketinggian, aku melanjutkan perjalanan dan hujan kembali turun. Sepanjang perjalanan belum terdengar suara kendaraan bermotor, itu berarti masih jauh dari tempat pemberhentian kendaraan. Sesekali kami berpapasan dengan warga suku baduy yang beraktifitas. Wanitanya cantik-cantik menurutku, cantik alami.

Hujan kembali deras ditambah angin, seperti saat kami berangkat kemarin. Jam sudah menunjukan pukul dua siang, suara kendaraan bermotor sudah terdengar. Namun sudah setengah jam berjalan masih saja tak kunjung sampai. Satu jam kemudian kami di Pintu keluar Ciboleger dengan selamat. Alhamdulillah.

Jalan yang kami gunakan saat berangkat dan pulang berbeda jalur, hanya pintu masuk dan keluarnya saja yang sama.

Alhamdulillah  seluruh Tim Sehat dan selamat, hanya ada beberapa cidera kecil saja. Kami semua bergegas bersih diri dan packing untuk melanjutkan pulang. Ohyaa maduku tumpah didalam tas dan membuat separuh daypack ku lengket   -__-"







Dari Ciboleger kami melanjutkan naik Elf menuju Stasiun Rangkas Bitung. Sesampainya di Stasiun Rangkas, kami bergegas membeli tiket karena mengejar kereta pukul lima sore menuju stasiun Tanah Abang. Seluruh tulang ditubuhku kaku dan keram, begitupun dengan Sisil, sehingga sepanjang perjalanan kami tertawa geli karena kaki kami sulit untuk di tekuk dan seluruh tubuh pegal-pegal.
    
Dari Stasiun Rangkas Bitung pukul 17.00 WIB, sampai di Stasiun Tanah Abang pukul 19.00 WIB, Alhamdulillah dari Tanah Abang ada kereta kosong yang lungsung menuju Stasiun Bogor, sehingga kami tidak perlu transit ke Stasiun Manggarai. Kami sengaja memilih gerbong wanita agar nyaman untuk tidur hhehe, Alhamdulillah diberi kemudahan saat pulang, kereta cepat, tanpa transit dan kosong, sehingga bisa tidur nyaman.

Aku menyalakan paket data di hape ku, ribuan chat mulai masuk di Whatssapp, ku masukan kembali kedalam tas dan aku tertidur. Sampailah kami di Stasiun Bojong Gede pada pukul 21.00 WIB. Kami berjalan dengan kaki yang sudah kaku dan dengan sisa tenaga yang kami punya. Kami menuju parkiran motor karena motorku sudah dititipkan sejak kemarin. 

Kami mampir ke rumah makan di daerah Cibinong dan melanjutkan perjalanan pulang. Sesampainya dirumah pukul dua belas malam. Kami bergegas istirahat karena esok pagi harus bekerja di hari Senin. Dan ternyata kami sampai dikantor kesiangan -__-"

Senang sekali, perjalanan yang menambah teman baru dan pengalaman baru.

____________________________________________________________
____________________________________________________________
Ternyata :

*Suku Baduy Luar menggunakan pakaian serba hitam,
*Suku Baduy Dalam menggunakan pakaian serba putih,
*Sistem jual beli sudah menggunakan uang, tak lagi menggunakan sistem barter.
*Di Baduy Dalam sudah tidak boleh menggunakan segala macam teknologi dan kendaraan, termasuk kendaraan hewan seperti Kuda atau andong.
*Tidak ada listrik disana, penerangan menggunakan lilin.
*Pernikahan menggunakan sistem perjodohan.
*Saat tertidur, kaki tidak boleh menghadap ke arah selatan.
*Jika warga baduy akan keluar daerah juga tetap tidak boleh menggunakan transportasi apapun, jadi hanya boleh berjalan kaki.
*Rata-rata kehidupan mereka berladang.
*Baduy Dalam tidak boleh menggunakan zat yang mengandung detergent.
*Baduy Dalam tidak boleh memakan hewan berdaging merah.
*Baduy Dalam menanam padi di ladang bukan di sawah.
*Warga Baduy tidak menggunakan alas kaki.



Terimakasih  Baduy.
Sangat banyak pelajaran yang kami dapatkan.
Semoga suatu saat bisa kembali dan menganal lebih dalam lagi.
____________________________________________________________



*Jika ada perbedaan pemahaman, silahkan komen.

____________________________________________________________
____________________________________________________________



Komentar